Selasa, 29 Desember 2009

Peneliti UI Temukan Alat Uji Cepat Pendeteksi SARS

Jakarta, Penyakit sindrom pernafasan akut parah atau Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) memang sudah tidak mewabah lagi. Tapi peluangnya muncul lagi dengan serangan yang lebih ganas tetap ada.

Peneliti dari Universitas Indonesia Dr. Andi Yasmon, S.Pi, M.Biomed berhasil menemukan alat uji diagnosa penyakit SARS yang dinamakan dengan uji Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) yang bekerja cepat.

Meski penyakit SARS sudah tidak menjadi wabah lagi saat ini namun tidak ada satu ilmuwan pun yang bisa memastikan virus itu tidak akan muncul lagi, bahkan dengan tingkat keganasan yang lebih parah.

SARS dilaporkan kemunculannya oleh WHO pada tahun 2003 dan tergolong penyakit saluran pernafasan baru dari anggota Coronavirus. Wabah SARS pada tahun 2003 telah memberikan dampak buruk pada perekonomian global dan membuat ekonomi beberapa negara seperti China, Hongkong, Singapura, Kanada, Amerika, Irlandia dan Vietnam repot.

Virus ini dideteksi pertama kali pada hewan musang China dan bisa melakukan perpindahan ke manusia serta mutasi virus. Virus ini sangat mudah menular lewat udara, bertahan lama di tubuh dan menghasilkan gejala panas tinggi, batuk kering, sulit bernafas dan gejala pneumonia (radang paru-paru) yang khas.

Hingga kini vaksin SARS belum ada, oleh karena itu satu-satunya cara untuk meminimalisir penyebaran adalah dengan deteksi dini agar penanganan bisa lebih cepat dan tepat.

Dengan adanya uji Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) untuk diagnosis SARS yang dikembangkan oleh Andi Yasmon, S.Pi, M.Biomed, virus SARS dapat terdeteksi dengan cepat dan mudah.

"Uji ini mengandalkan sistem antigen dan antibodi untuk mendeteksi virusnya. Uji ini adalah uji yang paling sederhana dan tepat diterapkan di Indonesia jika suatu hari nanti wabah itu datang. Di negara-negara luar uji ini juga masih dikembangkan," tutur Andi dalam sidang disertasi doktornya di FKUI, Salemba, Jakarta, Selasa (29/12/20091).

Hanya dibutuhkan satu hari untuk mengetahui ada infeksi SARS atau tidak dengan uji ELISA. Sementara itu dengan teknik molekuler bisa lebih cepat lagi yaitu 2-3 jam.

Meski kasus SARS sudah berlalu sekitar 6 tahun, namun kemungkinan muncul lagi dan melakukan mutasi atau jumping (perpindahan) antar spesies sangat besar.

"Virus itu tidak diam saja dan akan terus berubah dari waktu ke waktu. Virus SARS akan muncul lagi suatu hari nanti dan mungkin dalam bentuk yang berbeda dan lebih ganas," katanya.

Andi berharap dengan adanya prototipe uji ELISA yang ia kembangkan, Indonesia akan lebih siap menghadapi virus SARS dan bisa mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap luar negeri dalam pengadaan reagen dan perangkat uji diagnostik yang biasanya diimpor.

"Saya harap dengan adanya uji ini Indonesia tidak akan ketinggalan dan sudah siap dengan kemungkinan terburuk dari kemunculan SARS," kata doktor kelahiran Ujungbatu, Riau 16 Juli 1976 yang meraih gelar doktor dengan IPK 3,77.(fah/ir)

sumber: Nurul Ulfah - detikHealth

0 komentar:

Posting Komentar